Selasa, 11 Oktober 2016

RESUME UU ITE

Dunia teknologi informasi pada saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal tersebut dapat terlihat dari bagaimana dengan mudahnya kita menjangkau orang-orang yang ada di seluruh dunia sehingga tidak ada batas dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, serta budaya secara signifikan. Perkembangan teknologi informasi ini juga memberikan efek-efek lain, seperti : memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan ,kemajuan, dan peradaban manusia sekaligus menjadi sarana yang efektif perbuatan melawan hukum.
Terkait dengan perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi, maka muncullah sebuah hukum baru yaitu hukum cyber atau hukum telematika. Hukum telematika sebagai perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum telematika.Fokuspembahasan dalam hukum telematika ini berfokus pada masalah yang terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan transaksi secara elektronik. Nama lain dari hukum telematika ini, anatara lain : teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.
Kegiatan melalui media sistem elektronik yang disebut juga ruang cyber(cyber space) meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang cyber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja, karena jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinyabersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai mana orang yang telah melakukan perbuatan hukum di dunia nyata.
Berdasarkan penjabran di atas maka sangat diperlukan undang-undang yang mengatur mengenai permasalahan teknologi infomasi.  Oleh karena itu pada tahun 2008 disahkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dasar hukum dari Undang-undang No. 11 tersebut adalah Pasal 5 ayat 1dan Pasal 20 UUD 1945. Berikut ini sistematika undang-undang tentang ITE tersebut, yaitu :
Bab I (Pasal 1-2) berisi tentang istilah-istilah yang terdapat dalam undang-undang ini dan mengenai daya laku undang-undang ini. Dapat kita lihat dari pasal 1 yang mana menjelaskan mengenai istilah-istilah seperti : informasi elektronik, transaksi elektronik, teknologi informasi, dokumen elektronik, sistem elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik, jaringan sistem elektronik, agen elektonik, sertifikat elektronik, penyelenggara sertifikasi elektronik, lembaga sertifikasi, tanda tangan elektronik, penanda tangan, komputer, akses, kode akses, kontrak elektronik, pengirim, penerima, nama domain, orang, badan usaha, dan pemerintah. Hal ini dilakukan agar terdapat kesepahaman mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam UU No. 11 tahun 2008 ini.
Bab II (Pasal 3-4) berisi tentang asas dan tujuan dari pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik. Disin dalam pemnfaatannya teknologi informasi dan transaksi elektonik memiliki tujuan yang positif, antara lain : mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan perdagangan serta perekonomian nasional, meningkatkan efektifitas dan efisiensi publik, memberikan kesempatan kepada orang seluas-luasnya untuk memajukan pikiran dan kemampaun, dan memberikan rasa aman kepada pengguna teknologi informasi.oleh karena itu dalam pemanfaatannya diperlukan itikad yang baik dalam penggunaannya.
Bab III (Pasal 5-12) berisi tentang informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya yang merupakan alat bukti hukum yang sah. Dalam bab ini juga membhas mengenai tanda tangan elektronik. Bila saya kaitkan antara bab III ini dengan realita yang ada, maka saya akan mengambil contoh mengenai forum jual beli online atau situs-situs yang menawarkan produk kepada konsumen secara online. Dapat dibilang hal ini sebagai hak kita untuk mendapatkan perlindungan secara hukum dalam bertransaksi secara online.
Bab IV (Pasal 13-16) berisi tentang penyelenggaraan sertifikasi dan sistem elektronik. Fungsi sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik itu sendiri adalah untuk menjamin keamanan penyelenggaraan sistem elektronik. Contoh konkretnya adalah penyelenggaraan sistem elektronik Perbankan dijamin aman oleh penyelenggara sertifikasi elektronik apabila telah mendapatkan sertifikasi elektronik. Lembaga-lembaga lain yang dapat menggunakan sistem ini, seperti : penerbangan, telekomunikasi, teknologi informasi, pasar modal, dan lain-lain yang terpenting perusahaan tersebut telah menjami keamanan penyelenggaraan sistem elektronik.
Bab V (Pasal 17-22) berisi tentang penyelenggaraan transaksi elektronik dalam lingkup publik dan privat. Dalam hal ini kita bisa mengambil contoh dalam sistem pembayaran online baik menggunakan kartu kredit, internet banking, maupun digital cash masing-masing memiliki sisi kelemahan. Kelemahan terbesar dari metode pembayaran secara onlineternyata bukan terletak bukan pada sistem elektronik yang digunakan itu sendiri, melainkan pada faktor humans (manusia sebagai pengguna) yang lalai atau tidak aware terhadap penggunaan identitas pribadi (user name, password, profil, dan lain-lain).
Bab VI (Pasal 23-26) berisi tentang nama domain, kekayaan intelektual, dan perlindungan hak pribadi. Pembahasan pada bab VI ini berkaitan dengan informasi elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, desain situs internet, dan karya-karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual berdasarkan perlindungan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sama saja dengan perlindungan hak paten atas terciptanya suatu karya pribadi.
Bab VII (Pasal 27-37) berisi tentang perbuatan yang dilarang dalam informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Jelas sekali bahwa bab ini mengatur mengenai etika kita dalam mendistribusikan informasi elektronik tidak boleh mengandung hal yang melanggar, seperti : norma kesusilaan, penghinaan, pencemaran nama baik, dan hal-hal negatif lainnya. Sepertinya kalau kita melihat dari fenomena sekarang bagaimana terdapat kasus-kasus hukum lainnya yang bermula dari pelanggaran dalam pendistribusian informasi elektronik, sebagai contoh : penyebaran video porno, tweet war yang pada akhirnya berujung pada penghinaan, dan masih banyak kasus lainnya.
Bab VIII (Pasal 38-39) berisi tentang penyelesaian sengketa dalam sistem elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi yang menimbulkan kerugian. Masih berkaitan dengan dengan bab VII, jika terjadi sengketa atau permasalahan yang terjadi maka kasus tersebut dapat di bawa ke dalam ranah hukum perdata bahkan pidana. Karena di negara Indonesia hukum ini masih sulit ditegakkan undang-undang tersebut karena masih kurangnya bukti yang dapat menjerat pelakunya dalam ranah hukum, maka diperlukan proses pembuktian dengan menggunakan bukti-bukti yang kuat.
Bab IX (Pasal 40-41) berisi tentang peran pemerintah dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik serta peran masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik. Dengan bertambahnya waktu, maka perkembangan teknologi informasi semakin maju pula. Hal ini mendorong semakin banyak modus kejahatan cyber yang terus berubah dengan memanfaatkan teknologi informasi sebagai media komunikasi kejahatan, pencurian, penipuan, dan banyak sekali kejahatan yang senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam memodifikasi aksi kejahatan sehingga tidak terendus oleh pihak yang berwajib. Dari permasalahan itu hendaknya pemerintah Indonesia diharapkan harus terus mengkaji bentuk kejahatan baru di bidang cybercrime agar modus kejahatan baru dapat segera teratasi dan menemukan solusi teknologi terbaru dan efektif menghadapi kejahatan cyber.
Bab X (Pasal 42-44) berisi tentang penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang Informasi dan transaksi elektronik ini beserta alat bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Sebagai contoh bagaimana pada beberap waktu yang lalu dihebohkan dengan kasus video porno Ariel, maka pihak kepolisian selaku pihak yang bertanggung jawab untuk mengusut serta menyidik kasus ini akan mengumpulkan beberapa bukti.
Bab XI (Pasal 45-52) berisi tentang ketentuan pidana. Bila terbukti terjadi pelanggaran di bidang informasi dan transaksi elektronik, maka akan terkena pasal 27 ayat 3 dan psal 45 ayat 1 dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah. Berikut ini beberapa kasus yang dapat menjerat pelakunya terhadap tindak pindana, yaitu : kasus Prita Mulyasari, Narliswandi Piliang, Agus Hamonangan, EJA,dan beberapa kasus lain di luar sana yang sedang berjalan. Yang terakhir bab XII (Pasal 53) berisi tentang ketentuan peralihan dan bab XIII (Pasal 54) berisi tentang ketentuan penutup.
Bila kita merangkum secara garis besar hal-hal yang penting yang berhubungan dengan prinsip hukum ITE, maka kita akan membahas hal-hal seperti :
  • Transaksi elektronik
  • Nama domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama
  • Hak kekayaan intelektual
  • Perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam pemanfaatan teknologi dan transaksi elektronik
  • Peran pemerintah dan masyarakat dalam pemanfaatan teknologi dan transaksi elektronik
  • Ketentuan pidana bagi pihak pelanggar dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik

Dalam undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), penyebaran materi asusila (pornografi) termasuk perbuatan yang dilarang. Namun pasal itu justru dikhawatirkan tak bisa diimplementasikan. Hal ini di dasarkan karena ketentuan soal cyber pornagak susah “Persoalannya adalah apakah, UU ini benar-benar bisa menghukum pelaku yang berasal di luar negeri? Misalkan orang Indonesia punya situs porno di-host luar negeri, dengan identitas palsu, selain itu bagaimana UU ITE memandang penyedia akses internet seperti Internet Service Provider (ISP), penyedia hosting hingga warung internet (warnet). Saya khawatir pihak seperti warnet akan kembali menjadi korban razia karena dianggap ikut menyebarkan.
Hal itu memang bisa saja terjadi sebab perbuatan yang dilarang itu diterakan dalam Pasal 27 ayat 1 UU ITE yang berbunyi: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
pengawasan pornografi internet perlu dilakukan namun dengan pelaksanaan yang sebaik mungkin. “UU ini rasanya belum mengarah ke sana,” yang paling penting adalah bagaiman pembangunan moral anak bangsa, beserta para warga dan pemimpin lebih di tingkatkan. akan tetapi sacara pribadi saya sangat menyambut dengan baik adanya UU ini.
Cyber pornography barangkali dapat diartikan sebagai penyebaran muatan pornografi melalui internet. Penyebarluasan muatan pornografi melalui internet tidak diatur secara khusus dalam KUHP. Dalam KUHP juga tidak dikenal istilah/kejahatan pornografi. Namun, ada pasal KUHP yang bisa dikenakan untuk perbuatan ini, yaitu pasal 282 KUHP mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah
Mengapa pada kesimpulan ini saya membahas mengenai pornografi karena di negara kita ini pelanggaran terhadap ITE masih banyak berkutat pada ranah pronografi. Karena tingkat pemanfaatan yang baik terhadap perkembangan teknologi informasi masih sangatlah kurang oleh karena itu diperlukanlah aturan yang lebih tegas lagi agar tidak adanya pembiasan dalam penafsiran serta penegakan hukum UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar